Page 1 of 12
Matapena: Jurnal Keilmuan Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya
ISSN 2621-9050 (Print), Volume 5 Nomor 2 Desember 2022, ISSN 2621-9042 (Online)
229
Terakreditasi peringkat 6 berdasarkan SK Menristek/Brin Nomor 200/M/KPT/2020
TINDAK TUTUR LOKUSI DAN PERLOKUSI DALAM NOVEL “KATA” KARYA
NADHIFA ALLYA TSANA: (SUATU KAJIAN SOSIOLINGUISTIK)
Siti Mutma’inah Latifah, Ratna Dewi Kartikasari
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Pendidikan,
Universitas Muhammadiyah Jakarta
email: latifahhh99@gmail.com, ratna.dewikartikasari@umj.ac.id
Date:
Received, 6 September 2022
Accepted, 9 Oktober 2022
Publish, 21 Desember 2022
Abstrak
Penelitian ini mengkaji masalah tindak tutur lokusi dan perlokusi yang terdapat dalam novel
Kata karya Nadhifa Allya Tsana (Rintik Sedu) Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan
tindak tutur lokusi dan perlokusi yang terdapat dalam novel Kata karya Nadhifa Allya Tsana.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan
metode simak bebas libat cakap (SLBC). Teknik analisis data menggunakan metode pilah
unsur penentu, metode yang alat penentunya tuturan yang terdapat dalam novel Kata karya
Nadhifa Allya Tsana. Penyajian hasil analisis data menggunakan metode sajian informal.
Hasil penelitian ini berupa tindak tutur lokusi, tindak tutur perlokusi efek disengaja, dan
tindak tutur perlokusi efek tidak disengaja yang terdpat dalam novel Kata karya Nadhifa
Allya Tsana. Tindak tutur lokusi yang terdapat dalam novel Kata karya Nadhifa Allya Tsana
terdapat lima tuturan perlokusi yang memiliki efek disengaja dan terdapat sepuluh tuturan
yang memiliki efek tidak disengaja.. Disebut efek disengaja karena efek yang diakibatkan
oleh tuturan sesuai dengan maksud yang diinginkan penutur. yang terdapat dalam novel Kata
terdapat delapan data tuturan. Tindak tutur perlokusi efek tidak disengaja yang terdapat
dalam novel Kata terdapat dua data tuturan. Tindak tutur pelokusi efek disengaja yang
terdapat dalam novel Kata terdapat delapan data tuturan. Disebut efek disengaja karena efek
yang ditimbulkan oleh tuturan sesuai dengan maksud penutur. Disebut efek tidak disengaja
karena efek yang ditimbulkan oleh tuturan tidak sesuai dengan maksud penutur. Efek yang
ditimbulkan oleh tuturan perlokusi mempunyai maksud yaitu untuk menyindir,
berharap/menginginkan dan mempengaruhi.
Kata Kunci: tindak tutur, novel, sosiolinguistik
LOCUMENTS AND PERLOCUS ACTIONS IN THE NOVEL "KATA" BY
NADHIFA ALLYA TSANA: (A SOCIOLINGUISTIC STUDY)
Abstract
This study examines the problem of locutionary and perlocutionary speech acts contained in
the novel Kata by Nadhifa Allya Tsana (Rintik Sedu). This type of research is descriptive
qualitative. The data collection technique used the free, involved conversation (SLBC)
method. The data analysis technique used the determining element sorting method, a method
whose determining tool was the speech contained in the novel Kata by Nadhifa Allya Tsana.
Page 2 of 12
Matapena: Jurnal Keilmuan Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya
ISSN 2621-9050 (Print), Volume 5 Nomor 2 Desember 2022, ISSN 2621-9042 (Online)
230
Terakreditasi peringkat 6 berdasarkan SK Menristek/Brin Nomor 200/M/KPT/2020
The presentation of the results of data analysis uses the informal presentation method. The
results of this research are locutionary speech acts, intentional effect perlocutionary speech
acts, and accidental effect perlocutionary speech acts contained in the novel Kata by Nadhifa
Allya Tsana. The locutionary speech acts contained in the novel Kata by Nadhifa Allya Tsana
have five perlocutionary utterances that have an intentional effect and there are ten
utterances that have an unintentional effect. It is called an intentional effect because the
effect caused by the speech is in accordance with the intended speaker's intention. contained
in the novel Kata there are eight speech data. The speech act perlocutionary effect contained
in the novel Kata, there are two speech data. There are eight speech data of speech acts of
intentional effect locution contained in the novel Kata. It is called an intentional effect
because the effect caused by the speech is in accordance with the speaker's intention. It is
called an unintentional effect because the effect caused by the speech is not in accordance
with the speaker's intention. The effects caused by perlocutionary utterances have the
intention of insinuating, wishing/wanting and influencing.
Keywords: speech acts, novels, sociolinguistics
PENDAHULUAN
(Nasution, 2016) Karya sastra
adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan
seni yang objeknya adalah manusia dan
kehidupannya dengan menggunakan
bahasa sebagai medianya. Karya prosa
yang kerap kali ditemukan di masyarakat
dan berisi tentang cerita mengenai
kehidupan masyarakat adalah karya sastra
Novel. Data memperlihatkan bahwa novel
dan karya sastra banyak dibaca dan
diminati oleh masyarakat. (Murti &
Maryani, 2017) mendeskripsikan Novel
sebagai kisah hidup manusia dengan
karakter dan gaya hidup yang beragam
dapat memberikan wawasan berpikir yang
lebih luas kepada pembaca. Novel ini
menyajikan kisah hidup yang lengkap dan
mendalam dengan gaya bahasa yang
menarik. Sedangkan menurut Sumardjo
(dalam Murti & Maryani, 2017)
mengatakan bahwa novel merupakan
bentuk karya sastra terpopuler di dunia.
Bentuk karya sastra ini merupakan paling
banyak dicetak dan paling banyak beredar,
karena daya komunitasnya yang begitu
luas di masyarakat. Dengan pengertian di
atas dari sini dapat kita simpulkan bahwa
novel adalah sebuah karya sastra
berbentuk prosa. Ini mengacu pada episode
seseorang yang memberikan kehidupan
atau kebebasan manusia. Kami tidak
mempersiapkan terjadinya metamorfisme
(perubahan) atau selalu fokus pada yang
utama.
Bahasa merupakan alat utama dalam
berkomunikas dengan induvidu lain.
Menurut (Puspitasari, 2017) Bahasa
merupakan alat komunikasi yang umum
dalam masyarakat. Bahasa diucapkan dan
didengar, bukan ditulis dan dibaca.
Disamping tetap ada yang diucapkan dan
didengarkan. Seseorang yang memiliki
kemampuan berbicara akan lebih mudah
dalam menyampaikan ide atau gagasan
kepada orang lain, keberhasilan
Page 3 of 12
Matapena: Jurnal Keilmuan Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya
ISSN 2621-9050 (Print), Volume 5 Nomor 2 Desember 2022, ISSN 2621-9042 (Online)
231
Terakreditasi peringkat 6 berdasarkan SK Menristek/Brin Nomor 200/M/KPT/2020
mengunakan ide itu sehingga dapat
diterima oleh orang yang mendengarkan
atau yang diajak berbicara. Oleh karena
itu, menurut (Paryono, 2013) Bahasa yang
komunikatif sangat diperlukan. Bahasa
yang komunikatif dan efektif dapat terjadi
bila pesan yang disampaikan oleh penutur
dapat diterima pihak lain dengan baik
tanpa ada perbedaan persepsi tentang
pesan yang disampaikan. Dalam setiap
komunikasi, manusia menyampaikan
informasi berupa pikiran, gagasan,
maksud, perasaan, atau pun emosi secara
langsung menurut Gamgulu (dalam
Oktavia, 2019). Dengan pemahaman ini,
tujuan dan sasaran akan dikomunikasikan
dengan jelas. Setiap bahasa sebenarnya
memiliki aturan atau persamaan bunyi,
bentuk, tata bahasa, dan makna, namun
karena berbagai faktor dalam masyarakat
tempat bahasa itu digunakan, seperti
pendidikan, agama, bidang kegiatan,
pekerjaan dan latar belakang budaya
daerah, bahasa. Ini tidak sepenuhnya
benar.
Tindakan menyampaikan maksud
atau tujuan penutur kepada mitra tutur
disebut tindak tutur. Dalam komunikasi
bahasa, tindak tutur adalah suatu bentuk
tuturan yang dikirimkan oleh penutur
kepada mitra tutur, yang bertujuan untuk
menyampaikan informasi kepada mitra
tutur. Seperti yang disampaikan oleh
(Permana et al., 2020) Tindak tutur
merupakan tindak yang dilakukan oleh
penutur dengan tujuan dan maksud tertentu
kepada mitra tutur. Sebuah tuturan tidak
hanya selesai sebagai sebuah tuturan saja
tetapi memiliki tujuan tertentu. Akhirnya
mitra tutur akan menanggapi kalimat yang
dibicarakan penutur. Misalnya, kalimat
yang mempunyai tujuan untuk
memberitahukan saja, kalimat yang
memerlukan jawaban, dan kalimat yang
meminta lawan tutur untuk melakuan suatu
tindakan atau perbuatan.
Menurut Wahyuni (2021)
menyebutkan bahwa sosiolinguistik
mempelajari bahasa dalam hubungannya
dengan penutur atau pemakai bahasa di
dalam masyarakat, sehingga
sosiolinguistik dapat diartikan sebagai
ilmu bahasa yang membahas keterkaitan
berbahasa antara penutur dan mitra tutur.
Dalam Kajiannya, terdapat gejala
sosiolinguistik yang membahas mengenai
tindak tutur seseorang ataupun membahas
mengenai proses dan berlangsungnya
seseorang dalam berbahasa. Oleh sebab itu
sosiolinguistik perlu dikaji lebih dalam
lagi, terlebih dalam kehidupan sehari-hari
maupun dalam penelitian-penelitian.
Dalam aktivitas sehari-sehari pasti kita
menemui peristiwa tutur maupun
melakukan peristiwa tutur. Kartikasari
(2019) berpendapat bahwa sarana
Page 4 of 12
Matapena: Jurnal Keilmuan Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya
ISSN 2621-9050 (Print), Volume 5 Nomor 2 Desember 2022, ISSN 2621-9042 (Online)
232
Terakreditasi peringkat 6 berdasarkan SK Menristek/Brin Nomor 200/M/KPT/2020
komunikasi yang paling penting pada
masyarakat adalah bahasa. Salah satu dari
sarana komunikasi yang kerap ditemui
dimasyarakat adalah peristiwa tutur.
Peristiwa tutur adalah sebuah kegiatan
berbicara atau menyampaikan informasi
yang sering disebut dengan tindak tutur.
Tindak tutur adalah kegiatan yang
mendatangkan informasi dan memberikan
informasi. Tindak tutur itu sendiri
memiliki beberapa jenis antara lain adalah
lokusi, ilokusi dan perlokusi.
Tindak tutur dan peristiwa tutur
merupakan dua gejala yang terdapat dalam
satu proses, yakni proses komunikasi.
Tindak tutur merupakan gejala individual,
bersifat psikologis, dan
keberlangsungannya ditentukan oleh
kemampuan bahasa si penutur dalam
menghadapi situasi tertentu. Menurut
Dylgjeri (dalam Aprilia, 2021), penutur
melakukan berbagai tindakan melalui
penggunaan kata-kata, dan saat ujaran atau
tuturan dibuat, maka tindakan tertentu
dilakukan, hal inilah yang disebut sebagai
tindak tutur. Jika dalam peristiwa tutur
lebih dilihat dari tujuan peristiwanya,
maka dalam tindak tutur lebih dilihat pada
makna atau arti tindakan dalam tuturannya.
Sejalan dengan Dylgjeri, Menurut
Putrayasa (2014: 85), tindak tutur
merupakan gejala individu, bersifat
psikologis dan ditentukan oleh
kemampuan bahasa penutur dalam
menghadapi situasi tertentu.
Menurut Putra & Yuana (2019)
tindak tutur lokusi adalah tindak tutur
dengan kata, frasa, dan kalimat, sesuai
dengan makna yang dikandung oleh kata,
frasa, dan kalimat itu sendiri. Hal tersebut
mengartikan bahwa lokusi adalah sebuah
tindakan dalam sebuah tuturan yang
berfungsi ataupun bermakna untuk
menyampaikan informasi terterntu dan
dapat dipahami. Ketika ada sebuah tuturan
dan hanya menyampaikan informasi, maka
tuturan itu tergolong dalam lokusi.
Menurut Hanifah (2014) tindak tutur
perlokusi adalah tindak tutur yang
berkenaan dengan adanya ucapan orang
lain sehubungan dengan sikap dan perilaku
non linguistik dari orang lain itu. Perlokusi
sendiri juga kerap diartikan sebagai sebuah
tuturan seseorang yang dapat memberi
dampak, maupun pengaruh ataupun efek
untuk yang mendengarkan. Pada tindak
tutur ini sering terjadi sebuah perubahan
dalam segi pikiran maupun hal lain yang
dapat membawa dampak ataupun efek
tersendiri bagi pendengar ataupun bagi
mitra tuturnya.
METODE
Penelitian ini menggunakan
pendekatan deskriptif kualitatif dengan
pendekatan kualitatif. Cummings (dalam
Oktavia, 2019) berpendapat bahwa
Page 5 of 12
Matapena: Jurnal Keilmuan Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya
ISSN 2621-9050 (Print), Volume 5 Nomor 2 Desember 2022, ISSN 2621-9042 (Online)
233
Terakreditasi peringkat 6 berdasarkan SK Menristek/Brin Nomor 200/M/KPT/2020
Pragmatik merupakan kajian terhadap
berbagai cara bisa tergannggunya
penggunaan bahasa oleh individu untuk
mencapai tujuan komunikatif. Sejalan
dengan Cummings, menurut Levinson
(dalam Giyanti et al., 2019) berpendapat
bahwa pragmatik sebagai studi perihal
ilmu bahasa yang mempelajari relasi-relasi
antara bahasa dengan konteks tuturannya.
Menurut Sugiono (dalam Herawati et al.,
2019) metode yang bersifat kualitatif
adalah sebagai salah satu prosedur
penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan prilaku yang
dapat diamati.
Penelitian ini bersifat deskriptif
karena data yang diperoleh tidak
dituangkan dalam bentuk bilangan atau
angka statistik, penelitian memaparkan
gambaran mengenai objek dan hasil kajian
dalam bentuk naratif. Teknik pengumpulan
data dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan teknik simak dan teknik
catat. Teknik simak dilakukan dengan
menyimak yaitu menyimak penggunaan
bahasa. Menurut Moleong (dalam
Wijayanti et al., 2021) analisis isi dalam
penelitian ini digunakan untuk
mendeskripsikan temuan penelitian berupa
data objektif mengenai tindak tutur lokusi
dan perlokusi yang diucapkan tokoh dalam
naskah “Matahari Setengah Mati”. Teknik
simak dalam penelitian ini menggunakan
teknik Simak Bebas Libat Cakap (SBLC)
yaitu penelitian tidak terlibat dalam proses
penuturan. Menurut Mahsun (dalam
Oktavia, 2019) Teknik catat adalah teknik
lanjutan yang dilakukan ketika
menerapkan metode simak.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1) Tindak tutur lokusi
Menurut (Oktavia, 2019) Tindak
lokusi adalah konsep yang berkaitan
dengan proposisi kalimat-kalimat atau
tuturan, dalam hal ini dipandang sebagai
satu satuan yang terdiri dari dua unsur
yaitu subjek/topik dan predikat/perintah.
Tindak tutur lokusi juga disebut the act of
saying something yaitu menghasilkan
ujaran dengan makna dan referensi
tertentu. Sejalan dengan Oktavia, menurut
(Putra, 2019) bahwa Tindak tutur lokusi
adalah tuturan dengan kata, frasa, dan
kalimat yang sesuai dengan makna yang
dikandung oleh kata, frasa, dan kalimat itu
sendiri. Berikut merupakan uraian tindak
tutur lokusi yang terdapat pada naskah
drama “matahari setengah mati karya Agus
Rego Subagyo”:
1. “Kalau mau apa-apa, mama bilang saja
sama bi suti. Binta berangkat ya, Ma?”
(Kata: 2)
2. “Lo udah sarapan belum? Sarapan
nasiuduk depan kampus dulu, yuk!
Sahut Binta” (Kata: 2)
Page 6 of 12
Matapena: Jurnal Keilmuan Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya
ISSN 2621-9050 (Print), Volume 5 Nomor 2 Desember 2022, ISSN 2621-9042 (Online)
234
Terakreditasi peringkat 6 berdasarkan SK Menristek/Brin Nomor 200/M/KPT/2020
3. “Ta, lo nggak mau ikut organisasi?
Atau, UKM mungkin?” (Kata: 3)
4. “Ya, tapi, kan, kalau lo ikut kegiatan
kemahasiswaan, lo bisa nambah
pengalaman baru, dapet temen yang
lebih banyak” (Kata: 3)
5. “Terus? Gue harus lebih banyak
ngeluarin waktu di kampus dari pada
nemenin nyokap gue?” (Kata: 3)
6. “Eh, ini gue nggak mengajukan elo,
kok, dia sendiri yang emang udah
kagum sama lo”. (Kata: 4)
7. “Libur apa meliburkan diri?” (Kata: 6)
8. “Belum ngerjain tugas gue, males
jadinya” (Kata: 6)
9. “Temen lo? Sejak kapan temen lo ada
yang namanya Binta?” (Kata: 6)
10. “Ya, gitu tuh, Binta, senengnya jadi
orang yng nggak kelihatan, senengnya
gambar di kertas karton, tapi nggak
mau nunjukin gambarnya ke orang- orang. Kadang dibuang, kadang jadi
bungkus gorengan, anaknya emang
aneh” (Kata: 6)
11. “Kaget karena untuk kali pertama ada
perempuan yang akan dengan
gampangnya menolak seorang
nugraha pranadipta”. (Kata: 6)
12. “Lo bener, dia emang beda. She
doesn’t even know me. Misterius.
Judes. Galak. But unique. Gue nggak
akan nyerah, yo”. (Kata: 7)
13. “Oh, iya, hari ini mama marah-marah
nggak, bi?” (Kata: 10)
14. “Kenapa? Mama mau ganti bunga
yang ada di taman?” (Kata: 10)
15. “Tapi bunganya cantic, kan ma?
Soalnya lagi musim kemarau. Kata
tukang tanamannya bunga bougenvil
memang lebih cantic waktu musim
panas begini” (Kata: 10)
16. “Sekarang mama makan dulu, nanti
bualn depan kita ganti bunganya, ya?
Kalau masih musim kemarau kita
ganti bunga iris, tapi kalau sudah
masuk musim hujan, terpaksa bunga
mawar lagi, deh”. (Kata: 11)
17. “Ya udah, sarapannya Binta lanjutin di
kampus aja, deh. Nanti kalau mama
udah bangun, bilangin kalau binta
udah berangkat, ya, Bi” (Kata: 11)
18. “Cahyo lagi nggak bisa jemput lo,
terus dia minta tolong sama gue buat
jemput lo” (Kata: 12)
19. “Gue itu orang dengan banyak
‘kenapa’, jadi berhenti ngikutin
gue!” (Kata: 12)
20. “Gue bukan tipe orang yang
gampang menyerah, Ta gue yakin
setiap soal itu pasti bisa dikerjain
dan ada jawabannya”. (Kata: 12)
21. “Ta, lo mau tau, nggak? Sebenarnya
gue itu nggak suka gambar. Gue
dipaksa masuk arsi sama bokap yang
dulunya juga anak arsi. Tadinya gue